Senin, 25 Februari 2013

Saad bin abi Waqqas (wafat 55 H/ 675 M)


Sahabat asal Quraisy dari suku Zuhri ini termasuk sepuluh orang yang diproyeksikan Rasulullah masuk surga. Beliau ini memimpin pasukan dalam penaklukan Persia dan berhasil memukul pasukan panglima Rustum dalam perang Qadisiah. Beliau inilha yang membangun kota Koufah.
Diantara dua pilihan. Itulah mungkin kata yang tepat mewakili awal kisah dari Sa’ad bin Malik za-Zuhri alias Sa’ad bin Abi Waqash. Menurut Sa’ad bin Abi Waqash, mencintai orang tua bukan berarti harus mengorbankan prinsip hidup. Itu dilakukannya saat dia telah menerima Islam yang diajarkan oleh Rasulullah, kemudian dia yakini, bahwa hanya Islamlah yang bisa membuat dirinya dan hidupnya bahagia ketimbang kembali menyembah berhala. Lihatlah statementnya, yang sering dijumpai di sirah-sirah “Duhai bunda, meskipun ada seratus nyawa dalam diri bunda, dan terurai nyawa itu satu per satu, aku akan tetap pada agamaku. Sekarang terserah bunda, apakah hendak meneruskan perbuatan bunda atau hendak makan.”
Ibu Sa’ad yang sangat mencintai Sa’ad juga, merasa kehilangan ketika anaknya lari meninggalkan sesembahan nenek moyang, dan menyembah Allah serta mentaati Rasulullah. Untuk meluluhkan hati Sa’ad, ibundanya mengambil sikap untuk mogok makan, tapi nyatanya tak berkutik sedikitpun sikap Sa’ad untuk meninggalkan Agama Islam yang dibawa Rasulullah, mesikipun ia juga mencintai Ibundanya.
Selain itu, Sa’ad juga dikenal sebagai anggota pasukan berkuda yang lihai dan gagah berani. Soal memanah, dia adalah nomor satu. Ada dua peristiwa yang menjadikan Sa’ad selalu dikenang dan istimewa, pertama dialah yang pertama melepas anak panah untuk membela Agama Allah, sekaligus orang pertama yang tertembus anak panah dalam membela Agama Allah. Kedua, Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah dengan jaminan kedua orang tua beliau. Sabda Rasulullah pada saat perang Uhud : “Panahlah hai Sa’ad! Ibu Bapakku menjadi jaminan bagimu….”
Dalam setiap peperangan, siapapun panglimanya, jika ada Sa’ad didalamnya maka pasukan akan merasa tenang. Bukan hanya karena kehebatannya dalam peperangan yang menciutkan hati musuh, tapi juga ketaqwaanya yang luhurlah, yang menjadi hati sahabat lain menjadi tenang.
Pada saat perang Qadishiyyah, Amirul mukminin Umar bin Khaththab ra mengangkat Sa’ad sebagai Panglima perang untuk melawan adidaya Persia pada saat itu, ketika Sa’ad mengirim utusan untuk berdiplomasi dengan Rustum (panglima perang persia) yang akhirnya negoisasi itu berlangsung alot, dan muncullah pernyataan dari delegasi kaum muslimin.
“Sesungguhnya Allah telah memilih kami untuk membebaskan hamba-hambaNya yang dikehendaki-Nya dari pemujaan berhala kepada pengabdian kepada Allah, dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dan dari kedhaliman penguasa kepada keadilan Islam. Maka siapa yang bersedia menerima itu dari kami, kami terima pula kesediannya dan kami biarkan mereka. Tapi siapa yang memerangi kami, kami perangi pula mereka hingga kami mencapai apa yang telah dijanjikan Allah…!”
“Apa yang dijanjikan oleh Allah itu?” tanya Rustum. “Surga bagi kami yang mati syahid, dan kemenangan bagi kami yang hidup”, timpal Sa’ad.
Sa’ad pun bangkit dan menggelorakan semangat jihad kaum muslimin, peperanganpun terjadi. Rustum dan pasukannya menuai kekalahan, Persia yang adidaya itu akhirnya jatuh juga di tangan kaum muslimin.

0 komentar:

Posting Komentar