Kamis, 15 Agustus 2013

Jumlah Bintang di Langit

Abu Nawas memang dikenal memiliki otak yang cerdas.
Karena kederdasan yang ia miliki ini, ia dinobatkan sebagai orang terbijak di desa tempat ia tinggal.
Salah satu bukti kedersan yang ia miliki adalah mampu menghitung jumlah bintang yang ada di langit.


Blog Kisah Abu Nawas akan menceritakan kisahnya.
Pada suatu hari, ada tiga orang bijak yang pergi berkeliling negeri untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mendesak. Tak jelas apa yang menuntun ketiga orang bijak tersebut hingaa sampailah mereka pada suatu hari di desa Abu Nawas tinggal.

Tanpa basa-basi lagi, dengan alasan waktu yang sangat mendesak, ketiga orang tersebut meminta beberapa warga untuk mengajukan diri agar mau menjawab pertanyaan yang dilemparkan oleh ketiga orang bijak tersebut. Semua pun menggelengkan kepala tanda tak mampu menjawab.

Tanya Jawab
Namun tak lama kemudian, orang-orang desa pun menyodorkan Abu Nawas sebagai wakil orang-orang bijak untuk mewakili desa mereka. Abu Nawas dipaksa berhadapan dengan tiga orang bijak itu dan di sekeliling mereka berkumpullah orang-orang desa yang menonton percakapan itu seputar tanya jawab.


Orang bijak pertama bertanya kepada Abu Nawas,
"Dimanakah sebenarnya pusat buni?"
"Tepat di bawah telapak kaki saya, Saudara," jawab Abu Nawas.
"Bagaimana bisa Saudara buktikan hal itu?" tanya orang bijak pertama tadi.
"Kalau tidak percaya, ukur saja sendiri," jawab Abu Nawas enteng.

Orang bijak yang pertama tadi diam tak bisa menjawab.
Melihat orang bijak pertama tadi kalah oleh Abu Nawas, tiba giliran orang bijak kedua yang mengajukan pertanyaan.
"Berapa banyak jumlah bintang yang ada di langit?" tanyanya.

"Bintang-bintang yang ada di langit itu jumlahnya sama dengan rambut yang tumbuh di keledai saya ini," jawab Abu Nawas

"Bagaimana bisa Saudara buktikan tentang hal itu," tanya orang bijak kedua.
"Nah, kalau tidak percaya, hitung saja rambut yang ada di keledai ini, dan nanti Saudara akan tahu kebenarannya," jawab Abu Nawas dengan enteng tanpa dosa.
"Kalau itu sih bicara ngawur, bagaimana orang bisa menghitung bulu keledai?" tanya orang bijak kedua lagi.

"Nah...kalau saya ngawur, kenapa Saudara juga mengajukan pertanyaan itu, bagaimana orang bisa menghitung bintang di langit?" sanggah Abu Nawas.
Mendengar jawaban itu, si orang bijak kedua pun tidak bisa melanjutkan pertanyaannya lagi.

Orang Terbijak
Mengetahui kedua temannya tak berdaya atas setiap jawaban yang diberikan oleh Abu Nawas, maka orang bijak yang ketiga pun mengajukan pertanyaan.
Diantara ketiga orang bijak itu, orang ketiga inilah yang katanya paling bijak.
Dirinya benar-benar terusik oleh setiap jawaban cerdik yang diberikan oleh Abu Nawas.

"Tampaknya Saudara tahu banyak mengenai keledai, tapi coba Saudara katakan kepada saya berapa jumlah bulu yang ada di ekor keledai itu," tanya orang bijak ketiga itu dengan ketusnya.
"Saya tahu jumlahnya, jumlah bulu yang ada pada ekor keledai saya ini sama dengan jumlah rambut yang ada di janggut Saudara," jawab Abu Nawas dengan ketus pula.

"Bagaimana Saudara bisa buktikan hal itu?" tanya orang bijak ketiga lagi.
"Oh... kalau yang itu sih mudah, begini, Saudara mencabut selembar bulu dari ekor keledai saya, dan kemudian saya mencabut sehelai rambut dari janggut Saudara. Nah...kalau sama, maka apa yang saya katakan itu benar, tetapi kalau tidak, saya yang keliru," jawab Abu Nawas dengan penuh semangat.

Tentu saja orang bijak yang ketiga itu tidak mau menerima cara menghitung yang seperti itu.
Akhirnya orang bijak tersebut kembali ke negeri asalnya, dan sementara itu orang-orang desa yang meyaksikan semakin yakin bahwa Abu Nawas adalah orang terbijak diantara keempat orang tersebut.

Selesai. - See more at: http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/06/jumlah-bintang-di-langit.html#sthash.GtlLY0VA.dpuf

Malu Kepada Pencuri

Blog Kisah Abu Nawas hadir kembali, dan kali ini menyajikan kisah tentang sikap Abu Nawas dalam menghadapi pencuri. Abu Nawas yang kesehariannya hidup pas-pasan, masih ada didatangi oleh pencuri, mau mencuri apa ya si pencuri ini.
Suatu malam seorang pencuri telah membobol rumah Abu Nawas, dan beruntung, Abu Nawas melihatnya.
Tapi karena malu, Abu Nawas langsung bersembunyi di dalam sebuah kotak besar yang terletak di sudut ruangan.

Kisahnya..
Abu Nawas diketahui oleh semua orang memang memiliki kebun yang luas, akan tetapi dirinya selalu berusaha tampil sederhana, hal itu ditunjukkan dengan rumahnya yang hanya beralaskan ubin sederhana dan tak tampak barang-barang mewah semacam guci keramik ataupun benda berharga lainnya.

Tapi entahlah, apa yang membuat seseorang berusaha masuk ke dalam dengan maksud mendapatkan benda-benda berharga. Dengan langkah perlahan, si pencuri masuk ke rumah Abu Nawas melalui pintu belakang secara diam-diam.

Abu Nawas Bersembunyi
Ya ampun....si pencuri berhasil masuk ke dalam rumah Abunawas dan langsung menuju ruang tengahnya.
Dengan sigap, pencuri yang beraksi sendirian tersebut lantas memandangi satu persatu barang berharga yang ada di ruangan. Pencuri tersebut langsung mengaduk-aduk isi rumah Abu Nawas.


Seperti kebanyakan para pencuri lainnya, si pencuri juga mencari uang atau pun barang berharga yang dimiliki oleh Abu Nawas. Dia membuka lemari, laci-laci, mencari di kolong-kolong, dan di tempat lainnya. Tapi ia tidak menemukan satu pun barang berharga yang dimiliki oleh Abu Nawas.

Semua bagian ruangan di rumah Abu Nawas pun diperhatikannya dengan baik-baik. Setiap sudut ruangan pun tak luput dari pandangannya demi mendapatkan barang berharga milik Abu Nawas.
Tapi tampaknya gerak-gerik si pencuri ini diketahui oleh Abu Nawas.
Hanya saja, mengetahui rumahnya didatangi pencuri, Abu Nawas bukannya berteriak minta tolong, dirinya malah bersembunyi di sebuah kotak besar yang berada di sudut ruangan dengan harapan si pencuri tidak mengetahui keberadaannya.

Tangan Hampa
Si pencuri ini sangat leluasa mencari barang berharga di rumah Abu Nawas, namun hampir selama 1 jam si pencuri tidak menemukan satu barang pun yang berharga.
Pencuri hampir saja menyerah dan memutuskan untuk keluar dari rumah Abu Nawas tersebut, tapi tiba-tiba matanya tertuju pada kotak besar yang teletak di sudut ruangan kamar Abu Nawas.

Si pencuri sangat senang karena dia yakin kalau dalam kotak itulah disimpan harta benada yang dia cari. Dalam angan-angannya, di dalam kotak besar tersebut tersimpan beberapa batang emas ataupun beberapa butir mutiara yang jika dijual akan menghasilkan banyak uang yang dapat digunakannya untuk berfoya-foya.

Walaupun kotak besar itu terkunci kuat dari dalam, tapi dengan kekuatan penuh, pencuri itu berhasil membuka kotak tersebut.
Hiyaa...pencuri dan Abu Nawas saling bertatapan muka dan kaget satu sama lain, dan pencuri sekaligus kecewa karena di dalam kotak besar itu juga tidak terdapat apa-apa kecuali Abu Nawas yang meringkuk di dalmnya.

"Hei...apa yang kau lakukan di dalam situ?" tanya si pencuri.
"Aku bersembunyi darimu," jawab Abu Nawas dengan malu.
"Memangnya kenapa?" tanya pencuri lagi.
"Aku malu kepadamu, karena aku tak punya apapun yang dapat kuberikan kepadamu. Itulah alasan kenapa aku bersembunyi di dalam kotak ini," jawab Abu Nawas lagi.

Setelah mendapat jawaban tersebut, si pencuri pun pergi meninggalkan rumah Abu Nawas begitu saja  dengan tangan hampa, dengan perasaan kecewa dan heran, kenapa si Abu Nawas yang memiliki kebun luas kok bisanya tidak memiliki satupun barang berharga yang dimiliki.
Itulah Abu Nawas, dia tampil dengan sangat sederhana dalam kehidupannya namun dia selalu bersyukur kepada Allah SWT karena dia yakin kalau yang orang yang lebih fakir dari dia masih banyak. - See more at: http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/06/malu-kepada-pencuri.html#sthash.9SXDW3go.dpuf

Menepati Nazar

Lagi-lagi kisah mengenai Abu Nawas tidak ada habisnya untuk dibaca,hal itu dikarenakan karena Abu Nawas sangat cerdik.
Seperti kisah yang berikut ini, dimana kecerdikan Abu Nawas diuji oleh sahabat lamanya Abdul Hamid.
Ia telah meminta bantuan kepada Abu Nawas dlam hal mencari tanduk kambing yang besarnya sejengkal manusia untuk memenuhi nazar Abu dul Hamid.

Kisahnya...
Dahulu di Negeri Persia hiduplah seorang lelaki bernama Abdul Hamid AL Kharizmi.
Lelaki ini adalah seorang saudagar kaya raya di daerahnya. Namun sayang, ia belum juga dikarunia seorang anak meskipun usia pernikannya sudah mencapai lima tahun.

Pada suatu hari, setelah shalat Ashar di masjid, ia bernazar,
"Ya Allah...jika Engkau mengaruniaku seorang anak, amak akan kusembelih seekor kambing yang memiliki tanduk sebesar jengkal manusia."

Tanpa diduga, setelah ia pulang dari masjid, istrinya yang bernama Zazariah berteriak sambil memeluknya ketika Abdul Hamid sampai di depan pintu rumah,
"Wahai suamiku...Ternyata Allah sduah mengabulkan doa kita selama ini, aku hamil," ungkap istrinya.
Saat itu Abdul Hamid tampak bingung.


Minta Bantuan Abu Nawas.
Pasangan suami istri itu sangat bahagia. Abdul Hamid sangat menyayangi dan meperhatikan istrinya saat ia hamil. Setelah sembilan bulan lamanya, akhirnya istrinya melahirkan seorang anak laki-laki yang lucu yang diberi nama Abdul Hafiz.

Beberapa minggu setelah kelahiran anaknya, ia teringat akan nazar yang telah diucapkan di masjid dahulu, yaitu menyembelih kambing yang memiliki tanduk sebesar jengkal manusia. Namun setelah dicari ke seluruh pelosok, kambing yang dia maksud belum ketemu juga.

Dia merenung, dan tiba-tiba saja ia teringat akan teman lamanya yang bernama Abu Nawas, seorang sahabat yang sangat cerdik. Ia menyuruh anak buahnya untuk mencari tahu keberadaan Abu Nawas.
Setelah beberapa hari mencari, anak buah Abdul Hamid menemukan juga rumah Abu nawas karena Abu Nawas ini orang yang sangat terkenal di jamannya.

Sesampainya di rumah Abu Nawas, anak buah Abdul Hamid menceritakan kejadian yang dialami oleh majikannya.
"Baiklah, aku akan pergi ke sana, tapi tunggu, aku akan berpamitan dulu dengan istriku," kata Abu Nawas kepada anak buah Abdul Hamid.
Abu Nawas pun berangkat bersama anak buanya Abdul Hamid,meskipun dia belum menemukan akal untuk memecahkan masalah yang dialami oleh sahabatnya.

Sesampainya di Persia, Abu Nawas disambut oleh Abdul Hamid dan istrinya. Setelah menceritakan maslah yang menimpanya, Abu Nawas berkata,
"Berilah aku waktu semalam saja untuk berfikir. Besok pagi akan aku beri jawabannya."
Setelah itu Abu Nawas dipersilahkan untuk beristirahat di kamrnya.

Semalam suntuk dia tak bisa tidur, untuk mencari akal mengenai jawaban yang akan diberikan kepada sahabatnya besok pagi. Setelah bebrapa jam memeras otak, akhirnya dia tidur juga malam itu, yang menandakan bahwa jawaban telah dia temukan.


Jengkalnya Bayi.
Keesokan paginya, Abu Nawas menyuruh anak buah Abdul Hamid untuk menyiapkan seekor kambing di kebun belakang rumah pada tengah hari. Abu Nawas bilang akan memberikan sebuah kejutan untuk sahabatnya, Abdul Hamid.

Saat matahari sudah berada tepat di atas kepala, Abu Nawas mengajak Abdul Hamid peri ke kebun rumahnya.
"Aku sudah menemukan kambing yang kau cari," kata Abu Nawas.

Wajah Abdul Hamid kaget dan bingung tak mengerti, karena kambing yang diperoleh Abu Nawas ternyata hanya kambing yang biasa saja, ia mulai mengira bahwa tanduk dari kambing itu belum sejengkal manusia. hatinya pun mulai ciut.

"Baiklah sahabatku, sekarang engkau dapat menepati nazarmu untuk menyembelih kambing yang mempunyai tanduk sebesar jengkal manusia," kata Abu Nawas.
"Tapi bukankah tanduk kambing itu sama saja dengan tanduk kambing yang lainnya, tidak sebesar jengkal manusia," ujar Abdul Hamid ragu.

Lalu Abu Nawas menyuruh Abdul Hamid membawa anaknyake sana. Setelah Abdul Hamid menyerahkan anaknya, Abu Nawas lalu mngukur jengkal bayi itu dengan tanduk kambing, lalu memperlihatkannya kepada Abdul Hamid.

"Nah...sekarang kamu sudah bisa membayar nazarmu kepada Allah bukan?" kata Abu Nawas.
Abdul Hamid pun tersenyum puas dengan jawaban yang diberikan oleh Abu Nawas.
Nazar pun akhirnya bisa dipenuhi, betapa senangnya Abdul Hamid dan istrinya bisa memenuhi nazar mereka.

NB (kosakata postingan ini):
Jengkal adalah ukuran panjang.
Satu jengkal sama dengan sak kilan (dalam bahasa Jawa).
Jengkal adalah panjang antara ujung jari ibu dengan ujung jari telunjuk.
Sejengkal adalah satu kali panjang antara ujung jari ibu dengan ujung jari telunjuk. - See more at: http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/06/menepati-nazar.html#sthash.nqXbbAdo.dpuf

Panah Pembawa Rezeki

Abu Nawas memang cerdik, msekipun tak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan titah sang raja, namun dia selalu berhasil melaksanakan tugasnya. Dan hadiah selalu menanti, sungguh rezeki yang tak disangka.

Suatu ketika Abu Nawas diundang oleh Raja Harun Ar-Rasyid untuk makan bersama. Maka berangkatlah para pengawal kerajaan untuk menjemput Abu Nawas di rumahnya. Tak berapa lama kemudian Abu Nawas telah sampai di istana dengan pakaian sederhana saja.
Abu Nawas langsung diajak berbincang di sebuah pendapa dengan berbagai jamuan makanan lengkap dengan minuman yang segar.

Melihat begitu banyaknya makanan, Abu Nawas pun sangat lahap menyantap makanan yang dihidangkan kepadanya. Sementara itu, raja masih meneruskan perbincangannya dengan Abu Nawas tentang kekuasaannya.




Raja Harun Dihargai 100 dinar.
Raja Harun bercerita kepada Abu Nawas terkait dengan luasnya wilayah yang telah dipimpinnya. Namun Abu Nawas nampak tidak menggubris malah dia sibuk dengan makanan yang tersaji di hadapannya.
Tak Lama kemudian, raja mulai melontarkan berbagai pertanyaan kepada Abu Nawas.

"Hai Abu Nawas, kalau setiap benda ada harganya, berapakah harga diriku ini?" tanya raja.
Abu Nawas yang masih dalam kondisi kekenyangan setelah makan makan, menjawab sekenanya tanpa berpikir panjang.
"Hamba kira, mungkin sekitar 100 dinar saja Paduka," jawab Abu Nawas.
"Terlalu sekali engkau Abu Nawas, harga sabukku saja 100 dinar," bentak raja.

"Tepat sekali Paduka, memang yang saya nilai dari diri Paduka hanya sebatas sabuk itu saja," ujar Abu Nawas.
Karena merasa tak ingin dipermalukan oleh Abu Nawas karena kecerdikannya, kali ini raja tidak mau lagi mengambil resiko dengan beradu pendapat lagi.
Oleh karena itu, Abu Nawas diajak menuju ke tengah-tengah prajuritnya yang merupakan ahli beladiri dan ketangkasan.

"Ayo Abu Nawas, di hadapan para prajuritku, tunjukkanlah kemampuan memanahmu. Panahlah sekali ini saja, kalau panahmu dapat mengenai sasaran, hadiah akan menantimu. Tapi kalau gagal, engkau akan aku penjara," kata raja.

Abu Nawas Mendapat Hadiah.
Abu Nawas pun bergegas mengambil busur dan anak panah. Dengan memantapkan hati, Abu Nawas membidik sasaran dan mulai memanah. Namun panahnya meleset dari sasaran.
"Dari pengamatan saya, ini adalah gaya memanah para makelar tanah," ujar Abu Nawas untuk menutupi kelemahannya.

Sesaat kemudian, Abu Nawas mencabut sebuah anak panah lagi dan membidik sasaran. Lagi-lagi anak panah yang dibidikkan itu melesat terlalu jauh dari sasaran.
"Kalau yang ini Paduka, ini gaya Juragan Buah kalau sedang memanah," sahut Abu Nawas untuk menutupi kelemahannya yang kedua.

Untuk yang ketiga kalinya, Abu Nawas kembali mencabut anak panah dan mulai membidiknya. Namu kali ini kebetulan anak panah yang dibidikkan tersebut mengenai sasaran.
"Nah yang ini Paduka, ini baru gaya Abu Nawas kalau sedang memanah, saya pun menunggu hadiah yang Paduka janjikan," kata Abu Nawas dengan gembira.

Dengan tak bisa menyembunyikan tawanya, Paduka Raja lantas memberikan hadiah kepada Abu Nawas. Dengan kecerdikannya bermain kata-kata yang masuk logika akhirnya Abu Nawas mendapat hadiah, dia pun langsung mohon diri karena tak sabar untuk memberikan hadiah itu kepada istrinya. - See more at: http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/07/panah-pembawa-rezeki.html#sthash.WzAxibU8.dpuf

Menipu Abu nawas

Kisah Abu Nawas hadir kembali.
Kali ini tentang hebatnya tongkat yang dimiliki oleh Abu Nawas, padahal tongkat itu ia cari hanya di hutan seperti kebanyakan orang. Hal ini dilakukan Abu Nawas karena ingin mengerjai para pencuri yang telah terlebih dahulu mengerjai dirinya.

Kisahnya.
Krisis ekonomi yang sedang melanda negeri yang dipimpin oleh Raja Harun Ar-Rasyid, membuat seorang Abu Nawas mengalami kesulitan uang. Ia memutuskan untuk menjual keledai kesayangannya, padahal kendaraan itu miliknya satu-satunya.



Tak peduli siapapun orangnya, semua pun bisa terkena imbas dari krisis ekonomi, tak terkecuali Abu Nawas. Bahkan, demi menjaga asap dapur agar tetap bisa mengepul, dirinya harus rela menjual keledai kesayangannya walaupun sebenarnya ia tak tega untuk menjualnya.

Keesokan harinya, Abu Nawas membawa keledainya ke pasar. Namun, dari kejauhan Abu Nawas rupanya sedang diintai oleh sekelompok pencuri yang terdiri dari empat orang.

Mereka pun berencana untuk memperdaya Abu Nawas dengan beberapa strategi yang telah disusun. Ketika Abu Nawas sedang beristirahat di bawah pohon, salah seorang pencuri mendekatinya dan mengatakan kalau ingin membeli kambing yang akan dijualnya. Abu Nawas pun terkejut mendengar perkataan pencuri tersebut. Tapi, dirinya terus melanjutkan perjalanannya karena yakin bahwa yang dibawanya adalah seekor keledai, bukan seekor kambing.



Abu Nawas Tertipu.
Di tengah-tengah perjalanan, Abu Nawas pun kembali dihentikan oleh pencuri kedua dan ketiga. Keduanya pun tak berhasil meyakinkan Abu Nawas. Abu Nawas percaya diri bahwa yang hendak dijualnya adalah seekor keladai, bukan seekor kambing.

Walaupun mulai tampak ragu karena ada tiga orang yang menyebut keledainya dengan seekor kambing, Abu Nawas tetap melanjtukan perjalanan pergi ke pasar.
Sebelum sampai di pasar, Abu Nawas langsung didatangi oleh pencuri keempat. Dengan percaya diri, pencuri tersebut meyakinkan Abu Nawas untuk menjual kambing yang dibawanya.
"Ahaa...bagus sekali kambingmu," kata pencuri keempat percaya diri.
"Kau juga yakin kalau ini adalah kambing," tanya Abu Nawas.

Setelah bernegoisasi, Abu Nawas pun akhirnya menjual keledai yang dibawanya kepada pencuri keempat sebesar tiga dirham. Dengan perasaan bingung, Abu Nawas langsung pulang ke rumah karena mengetahui bahwa keledainya hanya dihargai tiga dirham saja.

Benar saja, sesampainya di rumah, Abu Nawas langsung dimarahi oleh istrinya karena telah menjual seekor keledai dengan harga yang murah, hanya tiga dirham saja. Abu Nawas pun menyadari kalau sudah diperdayai oleh komplotan pencuri yang menggoyahkan akal sehatnya.

Menipu Pencuri.
Akhirnya, terpikir oleh Abu Nawas untuk balik mengerjai komplotan pencuri tersebut. Abu Nawas pergi ke hutan mencari kayu untuk dijadikan sebuah tongkat yang nantinya bisa menghasilkan uang. Rencana Abu Nawas ternyata berjalan dengan lancar.

Tak lama kemudian, banyak orang mulai membicarakan keajaiban tongkat Abu Nawas. Dan berita itu akhirnya terdengar juga oleh komplotan pencuri yang telah menipu Abu Nawas dulu. Bahkan, mereka langsung tertarik karena melihat sendiri kesaktian tongkat tersebut. Cukup dengan mengacungkan tongkatnya saja, Abu Nawas terlihat makan di kedai tanpa membayar uang sepeserpun.

Para pencuri pun berfikir kalau tongkat itu bisa dibeli, maka tentu saja mereka akan cepat kaya. Setelah bernegoisasi yang cukup alot, akhirnya Abu Nawas menjual tongkatnya sebesar seratus dinar uang emas.

Setelah transaksi selesai, Abu Nawas pun segera melesat pulang sambi membawa uang dari hasil penjualan tongkat tersebut. Para pencuri itu segera mencari warung terdekat untuk membuktikan keajaiban tongkat itu. Seusai makan, mereka mengacungkan tongkat itu kepada pemilik kedai, yang tentu saja membuat pemilik kedai marah besar.

Keempat pencuri itu tidak terima, karena sebelumnya, Abu Nawas juga melakukan hal yang sama dengan mengacungkan tongkat saja.
Pemilik kedai pun menjelaskan bahwa sebelum makan di kedai miliknya, Abu Nawas telah menitipkan sejumlah uang kepadanya. 
Kali ini Abu Nawas berhasil seratus persen mengelabui keempat pencuri itu.
Makanya sob, jangan suka menipu atau mencuri, nanti akan terkena balasannya loh seperti para pencuri yang ada dalam kisah ini. - See more at: http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/07/menipu-abu-nawas.html#sthash.fFLbCW4O.dpuf

Nasehat Abu Nawas Kepada Raja

Meski hanya rakyat biasa, namun Abu Nawas mampu memberikan nasihat kepada sang raja, bahkan Abu Nawas memberikan nasihat sambil menyindir perilaku rajanya yang sombong.

Kisahnya.
Suatu saat Raja Harun Ar-Rasyid menunaikan ibadah haji.
Ketika sampai di pusat kota Kuffah, tiba-tiba terlihat olehnya Abu Nawas sedang menaiki sebatang kayu berlarian ke sana kemari dan diikuti anak-anak dengan riangnya.
Wajah sang Raja mendadak menjadi sumringah dibuatnya. Matanya berbinar-binar karena begitu merindukan sosok Abu Nawas. Memang Abu Nawas sejak beberapa bulan terakhir meninggalkan kerajaannya sebagai bentuk protes atas ketidakadilan dan kesombongannya.

Sejak kepergian Abu Nawas itulah raja seperti mengalami kesepian. Tidak ada lagi orang yang diajaknya berdiskusi maupun hanya sekedar bercanda. Karena itu Raja sangat gembira begitu melihat sosok Abu Nawas.



Dirindukan Raja.
Karena sangat penasaran, Raja Harun Ar-Rasyid kemudian bertanya kepada para pengawalnya.
"Siapa dia?" tanya Raja.
"Dia si Abu Nawas yang gila itu," jawab salah seorang pengawalnya.
"Coba panggil dia kemari, tanpa ada yang tahu, dan sekali lagi aku peringatkan kamu jangan berkata yang buruk lagi tentang dia, perintah Raja Harun.
"Baiklah wahai Rajaku," jawab pengawal.

Tidak berapa lama kemudian para pengawal berhasil membawa Abu Nawas ke hadapan Raja. Abu Nawas diperkenankan duduk di hadapan Raja.
"Salam bagimu wahai Abu Nawas," sapa Raja Harun Ar-Rasyid.
"Salam kembali wahai Amirul Mukminin," jawab Abu Nawas.
"Kami merindukanmu wahai Abu Nawas," kata Raja Harun Ar Rasyid.
"Ya, tetapi aku tidak merindukan Anda semuanya," jawab Abu Nawas dengan ketus.

Beberapa pengawal kerajaan spontan saja akan mencabut pedang dari sarungnya untuk memberikan pelajaran kepada Abu Nawas yang tak mampu menjaga perkataannya di hadapan raja, sang pemimpin. Akan tetapi niat tersebut dicegah sendiri oleh Raja Harun Ar-Rasyid.
"Wahai Abu Nawas, aku merindukan kecerdasanmu, maka berilah aku nasihat," pinta Raja.
"Dengan apa aku menasehatimu, inilah istana dan kuburan mereka," kata Abu Nawas.
"Tambahkan lagi, engkau telah memberikan nasihat yang bagus," ujar raja mulai bersemangat.
"Wahai Amirul Mukminin, barang siapa yang dikarunia Allah SWT dengan harta dan ketampanan, lalu ia dapat menjaga kehormatannya dan ketampanannya, serta memberikan bantuan dengan hartanya, maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang yang shaleh," kata Abu Nawas.

Pemimpin Adil dan Bijaksana
Raja Harun Ar-Rasyid begitu senang mendapatkan nasihat itu. Ia kemudian mengira Abu Nawas menginginkan sesuatu darinya.
"Aku telah menyuruh para pengawalku untuk membayar hutangmu," kata Raja.
"Tidak Amirul Mukminin, kembalikan harta itu kepada yang berhak menerimanya. Bayarlah hutang diri Anda sendiri," kata Abu Nawas.

Namun Raja Harun tak menyerah begitu saja. Ia kemudian mempersiapkan hadiah khusus pada Abu Nawas.
"Aku telah mempersiapkan sebuah hadiah untukmu,"katanya.
"Wahai Amirul Mukminin, apakah Paduka berfikir bahwa Allah hanya memberikan karunia kepada Anda dan melupakanku," jawab Abu Nawas yang segera pergi dari hadapan raja.

Perlakuan itu membuat sang Raja merenung sambil mengevaluasi dirinya sendiri.
Raja Harun sadar kalau selama ini dirinya kurang adil dan berlaku sombong dengan jabatannya sehingga mudah meremehkan orang lain. Usai mendapat nasihat dari Abu Nawas, Raja Harun berubah menjadi raja yang adil dan bijaksana kepada rakyatnya.

[Abu Nawas memberikan nasihat berupa sedikit sindiran, namun sang raja tidak tersinggug, atau marah atau bahkan memenjarakan Abu Nawas. Raja malah merenung dan terus merenungi apa gerangan kesalahan yang telah dia buat selama memimpin kerajaan. 
Salut untuk Raja Harun Ar-Rasyid yang telah menerima kritikan dari rakyat kecil.] - See more at: http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/08/nasehat-abu-nawas-kepada-raja.html#sthash.B0wyYwHq.dpuf

Bunuh diri dengan minum Madu

isah Abu Nawas hadir kembali dengan sedikit kisah tentang petualangan Abu Nawas sebelum bekerja di kerajaan. Namanya saja Abu Nawas, bukan Abu Nawas kalau kehabisan akal. Selalu ada cara dan alasan untuk mewujudkan keinginannya. Seperti yang dilakukannya kepada majikan di tempat dia bekerja. Ia berhasil meminum madu dengan alasan untuk bunuh diri.



Kisahnya.
Di balik kecerdasan otaknya, ternyata Abunawas memiliki beberapa keterampilan yang mumpuni. Salah satunya adalah sebagai seorang penjahit, dan bahkan sebelum menjadi orang kepercayaan raja Harun Al Rasyid, ternyata Abu Nawas pernah bekerja sebagai penjahit pada majikan yang bernama Tuan Amir.

Ia bekerja dengan rajin sehinga dengan mudah mendapatkan kepercayaan dari majikannya. Bagi majikan, Abu Nawas merupakan salah satu karyawannya yang teladan. Meski demikian, Tuan AMir mengerti kebiasaan buruk Abu Nawas yang kerap kali meminum atau memakan makanan kepunyaan tuannya.


Pada suatu hari, Tuan Amir datang dengan membawa satu kendi madu. Melihat majikannya datang dengan membawa sebuah kendi, Abu Nawas menghampiri majikannya,
"Untuk apa kendi itu? bolehkah aku meminta isinya?" tanya Abu Nawas.
Karena khawatir madu itu akan diminum Abu Nawas, maka kajikannya terpaksa berbohong,
"Wahai Abu Nawas, kendi ini berisi racun dan aku tidak mau nanti kamu mati karena meminumnya," jawab sang majikan.


Tipuan Abu Nawas.
Abu Nawas yang memang mengerti benar bahwa kendi yang dibawa majikannya itu khusus untuk madu, ia tidak dapat berbuat banyak. Tak lama setelah itu, sang majikan pun pergi keluar. Pada saat itu, Abu Nawas memutar otak untuk bisa meminum madu itu tanpa menyinggung perasaan majikannya. Karenanya, Abu Nawas menjual sepotong pakaian. Hasil penjualannya itu kemudian ia gunakan untuk membeli roti.



Setibanya di tempat kerja, roti itu dimakan dengan menggunakan madu milik sang majikan. Hingga tak terasa madu itu pun habis diminum Abu Nawas. Madu itu terasa sangat nikmat sehingga membuat Abu Nawas merasa sangat kekenyangan.

Abu Nawas kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Namun, tak lama kemudian, majikannya datang dengan membawa sepotong roti. Alangkah terkejutnya Tuan Amir ini ketika mendapati tutup kendinya terbuka dan madu dalam kendi itu sudah habis tak tersisa.

Tak hanya itu, Tuan Amir juga mendapatkan sepotong pakaiannya telah hilang.
"Ini pasti ulah Abu Nawas," gumannya dalam hati.
Tuan Amir pun langsung menghampiri Abu Nawas yang lagi sibuk bekerja menjahit pakaian.
"Hai..Abu Nawas, apa sebenarnya yang telah terjadi, mengapa isi kendi ini habis dan sepotong pakaian teah hilang?" tanya Tuan Amir.
"Maaf Tuan, tadi sewaktu Tuan pergi, ada sekelompok pencuri datang mengambil pakaian majikan," kata Abu Nawas.
"Lantas apa yang kamu lakukan terhadap pencuri itu?" tanya Tuan AMir lagi.


Berpura-pura Takut.
Mendapat pertanyaan yang terus menerus dari majikannya, Abu Nawas semakin berpuar-pura gemetar. Tapi, meski demikian, dia tetap tidak kekurangan akalnya.
"Aku ketakutan dan tidak bisa berbuat apa-apa," kata ABu Nawas.
"Lalu mengapa isi kendiku hilang, apakah juga diminum oleh pencuri itu?" tanya Tuan Amir.
"Tidak Tuan," jawab Abu Nawas dengan polosnya.
"Lantas siapa yang telah meminumnya?" tanya Tuan AMir lagi.
"Sekali lagi mohon maaf Tuan majikan, karena takut akan dimarahi oleh Tuan, maka aku putuskan untuk memilih bunuh diri saja menggunakan racun yang ada dalam kendi itu," jelas Abu Nawas.

Mendengar pengakuan jujur dan keahlian akal Abu Nawas, Tuan Amir yang semula akan marah akhirnya mengurungkan niatnya. Ia sadar jika semua itu juga kesalahannya karena telah berbohong kepada bawahannya.
Huuh...bisa saja nih Abu Nawas dapat madu gratis. - See more at: http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/08/bunuh-diri-dengan-minum-madu.html#sthash.Ez6AnbeR.dpuf

Buang Air Besar Di tempat tidur

Kisah Abu Nawas hadir lagi setelah hari raya Idul Fitri 1432H. Mohon maaf lahir dan batin untuk semua pembaca blog Kisah Abu Nawas ini.
Kali ini mengisahkan tentang siasat Abu Nawas yang tidak ingin tempat tidurnya dijadikan sebagai tempat buang air besar.


Kisahnya.
Pada suatu waktu, Baginda Raja Harun Ar Rasyid sangat gundah hatinya. Seperti biasa, dirinya ingin sosok Abu Nawas hadir di istana untuk menghibur hati sang raja. Namun, setelah beberapa kali dipanggil, Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya, entah kenapa.

Setelah lama berfikir, akhirnya baginda raja menemukan cara agar Abu Nawas bisa hadir di istana kerajaan. Raja menyuruh tiga orang prajurit untuk pergi ke rumah Abu Nawas agar buang air besar di tempat tidurnya.
"Pengawal, pergilah ke rumah Abu Nawas dan beraklah di tempat tidurnya, dan kalau kalian berhasil maka masing-masing akan aku berikan uang 1000 dirham," titah raja.
"Daulat paduka," jawab ketiga pengawal itu secara bersamaan.




Sementara itu, duduk di sebelahnya ada ki Patih yang mendengar obrolan rajanya dengan ketiga pengawal itu.
Karena berhubung tugas yang diberikan kepada tiga anak buahnya yang agak aneh, ki patih memberanikan diri untuk bertanya kepada Sang Raja.
"Maaf Paduka, bukankah tugas yang diberikan itu tampak aneh dan menghina," tanya patih.
"Patih...memang benar, tapi itulah siasatku agar Abu Nawas segera hadir ke istana," jawab Baginda.
"Apakah gerangan rencana Baginda," tanya patih.
"Nanti kamu akan segera mengetahuinya, dan sekarang kamu ikutilah ketiga anak buahmu itu dan intailah mereka dan sampaikan kepada Abu Nawas, bila dia berhasil menggagalkan tugas pengawalnya, maka Abu Nawas akan aku beri uang 3000 dirham dan sekaligus ia boleh memukul utusanku itu," titah Raja.

Utusan tiba di rumah Abu Nawas.
Dengan perasaan yang masih bingung, patih segera melaksanakan perintah raja, dia segera berkemas dan menuju ke rumah Abu Nawas.
Tidak beberapa lama kemudian, utusan Baginda raja Harun Ar Rasyid sudah tiba di depan pintu rumah Abu Nawas.
"Kami diutus oleh Baginda Raja untuk buang air besar di tempat tidurmu. Karena ini perintah Raja, kamu tidak boleh menolak," kata salah satu utusan itu.
"Saya sama sekali tidak keberatan. Silahkan saja kalau kalian mampu melaksanakan perinah Raja," jawab Abu Nawas dengan santainya.
"Betul?" tanya utusan Raja.
"Iya...silahkan saja," sahut Abu Nawas.

Abu Nawas mengawasi orang-orang itu beranjak ke tempat tidurnya dengan geram.
"Hmm...berak di tempat tidurku...?? Betul-betul kelewatan," guman Abu Nawas dalam hati.
Abu Nawas memutar otaknya, bagaimana caranya agar para utusan itu mengurungkan niatnya. Setelah berfikir beberapa saat, Abu Nawas akhirnya menemukan cara untuk menggagalkan tugas para utusan itu.

Pada saat para utusan itu hendak bersiap-siap buang air besar, mendadak Abu Nawas berkata dari balik jendela kamar.
"Hai para utusan Raja, ada yang lupa saya sampaikan kepada kalian," kata Abu Nawas.
"Apa itu?" tanya salah satu utusan Raja.
"Saya ingatkan supaya kalian jangan melebihi perintah Baginda Raja. Jika kalian melanggar, saya akan pukul kalian dengan sebuah pentungan besar dan setelah itu saya akan laporkan kepada Baginda bahwa kalian melanggar perintahnya," jawab Abu Nawas dengan serius.

Dengan cekatan Abu Nawas segera mengambil sebatang kayu besar yang ada di dapur rumahnya.
Bahkan kini Abu Nawas sudah mengambil pentungan kayu besar itu.
"Hai...apa maksudmu tadi Abu Nawas?" tanya salah satu utusan.
"Ingat...perintah raja hanya buang air besar saja dan tidak boleh lebih dari itu," jawab Abu Nawas.
"Iya..benar," jawab utusan itu.
"Aku ulangi lagi, hanya buang air besar saja tidak boleh lebih, ingat....tidak boleh kencing, tidak boleh buka celana, tidak boleh cebok, hanya buang air besar saja," tegas Abu Nawas dengan seriusnya.
"Mana mungkin...itu tidak mungkin, kami juga harus buka celana dan kencing," jawab salah satu utusan.
"Aku akan pukul kalian sekeras-kerasnya jika kalian melanggar perintah raja," sahut Abu Nawas.

Abu Nawas mendapat Hadiah 3000 dirham.
Para utusan itu saling pandang kebingungan dengan ucapan Abu Nawas itu.
Tiba-tiba ada suara seseorang yang memanggil Abu nawas.
"Abu Nawas...!"
Karena ada suara yang sudah tidak asing lagi didengar, Abu Nawas serta para utusan segera berkumpul untuk menemui asal suara itu. Oh ternyata suara itu adalah suara ki Patih Jakfar yang merupakan orang kepercayaan Baginda Raja Harun Ar Rasyid.

"Aku sudah mendengar perdebatan kalian. Baginda Raja memang memerintahkan para utusan untuk berak di tempat tidurmu. Jika tiga orang ini sanggup, mereka masing-masing akan mendapatkan seribu dirham. Jika mereka gagal maka mereka boleh engkau pukul sesuka hatimu," kata ki Patih Jakfar.
"Oh..begitu...lalu hadiah dari Baginda untukku berapa Tuanku?" tanya Abu Nawas.
"Sekarang juga engkau boleh menghadap Baginda Raja untuk menerima tiga ribu dirham," jawab ki Patih.
"Haaa....," Abu Nawas kaget disertai rasa gembira.
Segera saja Abu Nawas mengambil pentungan, lalu tiga orang utusan yang mau buang air besar tadi dipentungi pantatnya.
"Buk...! Buk...! Buuuk....!"
"Ampun Abu Nawas...!
"Apa kalian mau buang air besar di tempat tidurku...haahhh??"
"Tidaaaak....ampuun..."

Ketiga utusan itu lari terbirit-birit. Ki Patih dan Abu Nawas tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya.
Sesaat setelah itu, ki Patih berkata,
"Abu Nawas...Baginda sangat yakin engkau dapat mengatasi masalah ini. Baginda memang menginginkan kehadiranmu di istana untuk menghibur hatinya yang saat ini sedang gundah gulana."
Abu Nawas menyetujui permintaan Tuanku Jakfar, dan mereka segera berangkat menuju istana setelah semua persiapan dilakukan.javascript:void(0)

Ada-ada saja triknya Abu Nawas ini ya.

- See more at: http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/09/buang-air-besar-di-tempat-tidur.html#sthash.AA9MEjTx.dpuf