Selasa, 20 November 2012

Menghitung Kematian Tahanan

Kecerdikan Abu Nawas memang sudah tak diragukan lagi, bahkan ketika raja Harun Ar-Rasyid menghadapi masalah, tak segan-segan Abu Nawas dipanggilnya untuk menyelesaikan maslah.
Nah, kali ini Abu Nawas mendapatkan tugas untuk menghitung kematian.
Bagaimana cara Abu Nawas menghitungnya?

Berikut Kisahnya.
Suatu hari, di negeri Seribu Satu Malam, Baghdad, digelarlah acara hajatan besar. Sang Raja Harun Ar-Rasyid pun berniat merayakan pesta ulang tahun kerajaan bersama-sama dengan seluruh rakyatnya. Pada hari yang telah ditunggu tiba, rakyat Baghdad dikumpulkan di depan pendapa istana.

Raja Harun sang penguasa berdiri dan berkata,
"Wahai rakyatku yang tercinta, hari ini kita mengadakan pesta ulang tahun kerajaan. Aku akan memberi hadiah kepada para fakir miskin, aku juga akan memberikan pengampunan kepada para tahanan di penjara dengan mengurangi hukuman menjadi setengah dari sisa hukumannya," seru baginda kepada rakyatnya.

Memberi Keringanan Hukuman pada Tahanan.
Mendengar ucapan sang raja, tentu saja rakyat Baghdad bersuka ria. Mereka segera berpesta bersama dan menyantap aneka makanan yang telah disediakan. Tak berapa lama kemudian, para pengawal istana membagi-bagikan hadiah kepada fakir miskin. 

Setelah dipastikan seluruh rakyatnya yang fakir miskin mendapatkan hadiah, raja pun memanggil para tahanan
Tahanan pertama yang mendapatkan kesempatan adalah bernama Sofyan (maaf bila ada kesamaan nama).
"Sofyan, berapa tahun hukumanmu?" tanya baginda.
"Dua tahun Baginda," jawab Sofyan.
"Sudah berapa tahun yang kamu jalani?" tanya baginda lagi.
"Satu tahun Baginda," jawab Sofyan.
"Kalau begitu, sisa hukumanmu yang satu tahun aku kurangi menjadi setengah tahun sehingga hukumanmu tinggal 6 bulan saja," tegas baginda.

Selanjutnya, dipanggillah Ali.
"Berapa tahun hukumanmu Ali?" tanya baginda.
Dengan nada yang sedih, Ali menjawab,
"Mohon ampun Baginda, hamba dihukum seumur hidup," jawab Ali.

Mendengar jawaban Ali tersebut, Baginda menjadi bingung harus menjawab apa untuk mengurangi hukuman Ali.
Di tengah kebingungannya, Raja yang terkenal bijaksana ini teringat dengan Abu Nawas. Akhirnya, dipanggillah Abu Nawas.
Tak berapa lama kemudian, Abu Nawas yang turut serta dalam pesta ulang tahun kerajaan menghampiri sang Raja yang sedang kebingungan itu.

"Abu Nawas, aku ada masalah mengenai hadiah pengampunan bagi Ali. Dia dihukum seumur hidup sedangkan aku berjanji akan memberikan pengampunan setengah dari sisa hukumannya. Padahal aku tidak tahu sampai umur berapa Ali akan hidup. Sekarang aku minta nasehatmu, bagaimana caranya memberi pengampunan kepada Ali dari sisa hukumannya," jelas Raja.

Mendengar penuturan rajanya, Abunawas pun ikut bingung. Dia berpikir, apa bisa mengurangi umur seseorang, padahal dia sendiri tidak tahu sampai kapan umurnya.
"Hamba minta waktu Baginda," ujar Abunawas.

Abu Nawas Mendapat Sekantung Keping Emas.
Mendengar permintaan Abu Nawas, Raja pun akhirnya memberikan kesempatan kepada Abu Nawas untuk berpikir. Raja hanya memberi waktu sehari semalam saja, tidak boleh lebih. Jadi, besok pagi Abu Nawas harus memberikan jawabannya.

Sesampainya di rumah, Abu Nawas pun berpikir keras untuk menemukan pemecahan masalah tersebut. Dia tidak bisa tidur karena selalu kepikiran akan hal itu. Namun, selang beberapa waktu, tampaklah senyuman di bibir Abu Nawas, pertanda solusi telah ditemukan.
Abu Nawas pun malam itu segera masuk ke kamar untuk tidur dengan nyenyak.

Pada pagi-pagi sekali, Abu Nawas telah bangun.
Setelah mandi dan sarapan, dia pun pergi menghadap raja setelah berpamitan dengan istrinya.

"Hamba sudah mendapatkan cara untuk memecahkan masalah si Ali, Baginda. 
Begini Baginda, sebaiknya si Ali ini berada di luar penjara dan bisa bebas selama satu hari, lalu pada esoknya, dia dimasukkan lagi ke dalam penjara selama satu hari pula. Lusa juga demikian, sehari bebas, sehari dipenjara, begitu berlangsungterus selama umur si Ali itu," jelas Abu Nawas.

Baginda Raja tersenyum.
"Engkau memang pandai Abu Nawas. Kalau begitu, kamu juga akan aku beri hadiah, yaitu sekantung keping emas," ujar sang Raja.
Setelah itu, Abu Nawas pulang dengan wajah yang ceria. 

    Sumber : http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/10/menghitung-kematian-tahanan.html

    Abu Nawas tak mau Hadiah

    Suatu ketika Abu Nawas dipanggil oleh Raja Harun Ar Rasyid di istana kerajaan dan terjadilah percakapan di antara keduanya. Rupanya kali ini Abu Nawas sedang memperingatkan rajanya perihal harta dunia yang tidak akan dibawa mati ke kuburan karena Abu Nawas mengetahui bahwa ia dipanggil karena ingin diikat sebagai saudara raja dengan tali ikatan hadiah. 

    Sesampainya di istana kerajaan, Abu Nawas dengan santainya menegur langsung kepada Raja Harun tanpa basa-basi terlebih dahulu.
    "Wahai Amirul Mukminin, bagaimana nanti jika Allah SWT menghadapkan Anda di hadapan-Nya, lalu meminta pertanggungjawaban Anda tentang lalat hitam, burung kenari dan kulit ari," kata Abunawas kepada Raja Harun.


    Begitu mendengar penuturan Abunawas yang tiba-tiba itu, menyebabkan Raja Harun Ar Rasyid sedih, sehingga menangis tersedu-sedu. Melihat rajanya bersedih, salah seorang kepala pengawal segera bertindak dengan memarahi Abu Nawas.
    "Wahai Abu Nawas, engkau diamlah, engkau telah menyakiti hati sanga Raja!" bentak kepala pengawal kerajaan kepada Abu Nawas.

    "Biarkan dia," kata Raja Harun.
    "Sebenarnya yang merusak dan menyakiti itu Anda," kata Abu Nawas dengan berani.
    "Begini Abu Nawas, saya ingin mengikat tali persaudaraan denganmu dengan pemberian fasilitas dan hadiah-hadiah," kata Raja Harun Ar Rasyid.

    "Kembalikan saja semua harta dari tempat semula yang hendak paduka berikan kepada hamba," jawab Abu Nawas.
    "Lalu bagiaman dengan kebutuhanmu?" tanya Raja Harun.

    "Aku ingin Anda tidak melihatku dan akupun tidak melihat paduka. Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, Aiman bin Nail dari Qudamah bin Abdullah al-Kalaby pernah berkata,
    Aku telah melihat Rasululah SAW melempar jumrah Aqabah di atas ontanya yang kemerah-merahan, tanpa ada pukulan dan tidak pula dengan pengusiran," jawab Abu Nawas.

    Setelah berkata demikian, Abu Nawas segera meninggalkan istana sambil bernyanyi.
    Nyanyian Abu Nawas
    Persiapanmu telah memenuhi bumi sepenuhnya
    Hambamu mendekat dan sekarang apa?
    Bukankah engkau bakal mati dalam kuburan?
    Pewarismu mengelilingi, hartamu tak dapat engkau gunakan lagi.

    Sumber : http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/10/abu-nawastidak-mau-hadiah.html

    Abu Nawas tidak Berdusta

    Kisah Abu Nawas nongol lagi.
    Kali ini tentang benarnya ucapan Abu Nawas yang diakui sendiri oleh raja Harun Ar Rasyid.
    Baca kisahnya ya dan jangan lupa beri semangat kepada blog ini agar bisa menyajikan yang lebih baik.


    Kisahnya.
    Pada suatu waktu, ketika Raja Harun Ar Rasyid sedang menunaikan ibadah haji, tiba-tiba saja dia teringat akan Abu Nawas pada saat memasuki kota Kuffah.
    Untuk memenuhi rasa kangennya, Baginda raja menyuruh para pengawalnya untuk mencari Abu Nawas sekaligus menghadapkan ke hadapannya.
    Raja berpesan, nanti kalau sudah bertemu, tolong Abu Nawas diberi pakaian berwarna hitam dan celanan panjang yang nantinya diletakkan di atas kepala Abu Nawas.

    Para pengawal bergegas melaksanakan perintah itu meskipun mereka berfikir bahwa ini adalah suatu permintaan yang aneh sekali. 
    Setelah mencari ke segala penjuru kota, akhirnya Abu Nawas bisa ditemukan juga. Tak berapa lama kemudian Abu Nawas datang juga dengan pakaian hitam dan celanan panjang yang ditaruh di atas kepalanya.

    Setelah ada di hadapan raja, Abu Nawas berkata,
    "Wahai Baginda, Amirul Mukminin, aku memohon kepada Allah SWT semoga Allah memberikan rezeki dan melapangkan anugerahNya kepada Tuanku," kata Abu Nawas.
    "Ya, terima kasih, Amiin..." jawab Raja Harun Ar Rasyid.

    Setelah kejadian itu, Raja Harun Ar Rasyid pergi meninggalkan kota Kuffah dan melanjutkan perjalanan. Banyak penduduk Kuffah yang terheran-heran dengan tingkah laku Abu Nawas itu. Dia malah mendoakan sang raja sambil menaruh celanan panjang di atas kepalanya.

    "Wahai Abu Nawas, begitukah caranya engkau mendoakan Amirul Mukminin," tanya beberapa warga yang melihat kejadian itu.
    "Diamlah wahai semua, Celakalah semua, tidak ada yang lebih disukai oleh Amirul Mukminin kecuali harta dan uang," jawab Abu Nawas dengan santainya.
    Abu Nawas segera berlalu dari tempat itu.

    Karena ada yang iri atau entah mencari muka di hadapan raja, maka ada salah seorang yang melaporkan kejadian itu tentang ucapan Abu Nawas yang mengatakan bahwa rajanya menyukai harta dan uang.
    Betapa terkejutnya si pelapor ini dengan jawaban yang diucapkan oleh raja mereka.
    "Demi Allah, ia tidak berdusta, Abu Nawas berkata benar,"
    Si pelapor menjadi malu karena kejadian ini. 

    Sumber : http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/09/abu-nawas-tidak-berdusta.html

    Belajar Dari Buah Arbei

    Kisah Abu Nawas kali ini tentang renungan. 
    Ya renungan tentang seputar buah yang bernama buah Arbei melawan buah Labu.


    Kisahnya.
    Abu Nawas dikenal memiliki pemikiran cerdas dan hampir bisa dipastikan dirinya memiliki solusi atas sebuah masalah yang tengah dihadapi. Selain itu, Abu Nawas juga dikenal sebagai saudagar buah-buahan yang dipanen dari kebun miliknya sendiri yang lumayan luas.
    Bahkan saking luasnya kebun yang dimiliki Abu Nawas, sejauh mata memandang yang terlihat adalah bak permadani hijau yang tumbuh subur.

    Pada suatu hari, Abu Nawas melakukan pengawasan, melihat-lihat kebunnya tersebut.
    Dirinya berjalan kaki menyisiri kebunnya melewati tiap petak kebun yang ditanami berbagai macam sayur mayur dan buah-buahan segar.
    Abu Nawas sangat bangga dan bahagia melihat tanamannya yang tumbuh subur dan menghasilkan banyak buah yang berkualitas.
    Ucapan puja dan puji syukur terus menerus terucap dari bibir Abu Nawas kepada Tuhan.

    Inspeksi Kebun Buah.
    Pada siang hari yang cukup terik itu, perjalanan Abu Nawas yang sedang mengawasi lahan kebun miliknya mendadak berhenti pada sebuah petak dimana tumbuh subur pepohonan arbei.
    Abu Nawas memandangi dengan detail tiap bagian pohon arbei miliknya tersebut. Dirinya memperhatikan rantingnya, daunnya hingga buahnya yang nampak segar bergelantungan.

    Karena terik matahari begitu panas tepat di atas kepala dan dirinya merasa lelah, Abu Nawas kemudian berhenti dan beristirahat di bawah pohon arbei yang lebat. Bekal makanan yang sudah disiapkan oleh istrinya segera dibuka dan disantapnya. Kali ini makanan yang dia bawa tidak pedas-pedas amat, sangat enak gumannya dalam hati. Dengan ditemani semilir angin yang sepoi-sepoi, Abu Nawas puas menikmati makanan dari istrinya tersebut.

    Setelah kenyang, dirinya menyandarkan diri pada batang pohon arbei sambil melihat ke atas, dilihatnya buah arbei yang ranum. Sesaat itu pula dirinya memandangi buah labu yang ada di petak seberang, betapa besar buahnya serta ranum.
    Bukan Abu Nawas kalau dirinya hanya memandang saja. Ya..seperti biasa, Abunawas mulai merenungi buah-buahan yang tumbuh segar dari kebun miliknya.

    TIba-tiba saja terlintas sebuah pemikiran di benak Abu Nawas.
    "Aku itu heran, apa sebabnya ya pohon arbei yang sebesar ini namun buahnya hanya kecil saja. Padahal, pohon labu yang merambat dan mudah patah saja bisa menghasilkan buah yang besar-besar," ujar Abu Nawas dalam hati.


    Kejatuhan Buah Arbei.
    Tak lama berselang, angin kecil pun bertiup menghampiri Abu Nawas yang sedang beristirahat seolah-olah langsung menjawab pertanyaan yang ada dalam benaknya.
    Ranting arbei pun bergerak-gerak dan saling bergesekan dan sesaat kemudian ada sebiji buah arbei jatuh tepat di kepala Abu Nawas yang sedang tidak bersorban itu.

    "Ahaa...aku tahu sebabnya," ujar Abu Nawas.

    Beruntung bagi Abu Nawas di siang itu hanya kejatuhan buah arbei saat sedang beristirahat. Bagamana jadinya jika saat itu dirinya kejatuhan buah labu?
    Allah SWT menciptakan semua makhluknya yang ada di muka bumi ini dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing, dimana semua itu berjalan sesuai dengan fungsinya.
    Saling keterikatan dan saling membutuhkan. 


    Sumber :http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/11/belajar-dari-buah-arbei.html

    Abu Nawas Menduduki Singgasana Raja

    Kisah Abu Nawas dengan kisah petualangan Abu nawas, dan Alhamdulillah bisa mengunjungi blog ini lagi.
    Jika tak dapat berkelit dari hukuman, maka bukan Abu Nawas namanya. Ia selalu memiliki banyak cara dan alasan agar lolos dari hukuman. 

    Dengan tenangnya Abu Nawas ini menduduki singgasana raja, bahkan ia sampai menjual harga diri rajanya agar lolos dari hukuman.


    Berikut Kisahnya.
    Kecerdikan akal dan pikiran Abu Nawas sudah tersebar di seluruh penjuru kerajaan yang dipimpin oleh Raja Harun Ar-Rasyid. Bahkan raja sendiri pun mengakui kehebatan Abu Nawas hingga mengajaknya tinggal di istana.

    Raja Harun telah memberikan kebebasan kepada Abu Nawas untuk keluar masuk istana tanpa prosedur yang berbelit. Dengan hadirnya Abu Nawas di istana, maka raja dapat setiap saat meminta pertimbangan, pendapat kepada Abunawas dalam setiap keputusannya, sebagai penasehat kerajaan.

    Namun, tampaknya kali ini Abu Nawas mulai bosan tinggal di istana, ia tidak terbiasa dengan hidup berfoya-foya. Meskipun semua yang diinginkan selalu tersedia, namun Abu Nawas memilih ingin tinggal di luar istana, ia rindu sekali untuk menggarap sawah dan merawat hewan ternaknya.

    Dari sinilah kenudian muncul dalam pikiran Abu Nawas untuk keluar dari istana. Diputarlah otaknya untuk mencari alasan agar ia bisa keluar.

    Menduduki Singgasana Raja.
    Setelah semalamam dipikirkan, Abu Nawas menemukan cara jitu untuk keluar dari lingkungan istana.
    Pada keesokan harinya, ia sengaja bangun pagi-pagi sekali kemudian pergi ke ruang utama istana. Saat itu suasana masih sepi, hanya terdapat beberapa pengawal. Raja Harun sendiri masih terbaring di tempat tidurnya.

    Pada saat Abu Nawas itulah Abu Nawas mendekati singgasana raja dan mendudukinya. Tak hanya itu saja, Abu Nawas juga mengangkat kaki dan menyilangkan salah satu kakinya seolah-olah dialah rajanya.

    Melihat kejadian itu, beberapa pengawal kerjaaan terpaksa mengangkap Abu Nawas. Mereka menilai bahwa siapapun tidak berhak duduk di singgasana raja kecuali Raja Harun sendiri.
    Barang siapa yang menempati tahta raja, termasuk dalam kejahatan yang besar dan hukuman mati yang diberikan.

    Para pengawal menangkapAbu Nawas kemudian menyeretnya turun dari tahta dan memukulinya.
    Mendengar teriakan Abu Nawas yang kesakitan, raja menjadi terbangun dan menghampirinya.
    'Wahai pengawal, apa yang kalian lakukan?" tanya raja.
    "Ampun Baginda, Abu Nawas telah lancang duduk di singgasana Paduka, kami terpaksa menyeret dan memukulinya," jawab salah seorang pengawal.

    Sesaat setelah itu, Abu Nawas tiba-tiba saja menangis. Tangisannya sengaja ia buat kencang sekali sehingga banyak menyita perhatian penduduk istana lainnya.
    "Benarkah yang dikatakan pengawal itu wahai Abu Nawas?" kata Raja Harun.
    "Benar Paduka," jawan Abu Nawas.

    Tujuan Keluar Istana Tercapai.
    Raja sangat terkejut dengan penuturan Abu Nawas itu. jika sesuai peraturan yang ada, Abu Nawas akan dikenai hukuman mati. Namun, Raja Harun tak sampai hati melaksanakannya mengingat begitu banyak jasa yang diberikan Abu Nawas kepada kerajaan.

    "Sudahlah, tak usah menangis. Jangan khawatir, aku tidak akan menghukummu. Cepat hapus air matamu," ucap sanga raja.
    "Wahai Baginda, bukan pukulan mereka yang membuatku menangis, aku menangis karena kasihan terhadap Paduka," kata Abu Nawas yang membuat raja tercenganng oleh ucapan itu.
    'Engkau mengasihaniku?" tanya Raja Harun.
    "Mengapa engkau harus menagisiku?" kata raja lagi.

    Harga Diri Raja Tercoreng.
    Abu Nawas menjawab,
    "Wahai raja, aku cuma duduk di tahtamu sekali, tapi mereka telah memukuliku dengan begitu keras. Apalagi paduka, paduka telah menduduki tahta selama dua puluh tahun. Pukulan seperti apa yang akan paduka terima? Aku menangis karena memikirkan nasib paduka yang malang," jawab Abu Nawas.

    Jawaban itu membuat raja tak bisa berbuat apa-apa.
    Ia tak menyangka Abu Nawas menjual harga dirinya di depan banyak pengawal. Oleh karena itu, Raja Harun hanya menghukum Abu Nawas untuk dikeluarkan dari istana.
    "Baiklah jika demikian, mulai detik ini kamu harus keluar dari sitanaku," kata raja sedikit geram.

    "Terima kasih paduka, memang itulah yang saya kehendaki," balas Abu Nawas sambil menyalami Raja Harun untuk kemudian pamit keluar dari istana. 

    Sumber :http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2011/11/abu-nawas-menduduki-singgasana-raja.html

    Membalas Tipuan Raja

    Selamat datang kembali di Kisah Abu Nawas yang cerdik malam ini.
    Sudah menjadi takdir kali ya si Abu Nawas ini cerdik dan pandai, bahkan sekalipun menipu kok malah diberi hadiah oleh rajanya.
    Seperti kisah abunawas lucu dan kocak berikut ini.

    Abu Nawas melakukan protes karena hadiah yang akan dijanjikan oelh rajanya tidak kunjung diberikan. Akhirnya Abu Nawas membuat siasat agar dia diberi hadiah sebagaimana mestinya.


    Kisahnya.
    Pada suatu malam yang sangat dingin, Abu Nawas diundang oleh Raja Harun Ar-Rasyid untuk menemaninya mengobrol. Nah pada saat obrolan mereka tentang rasa dingin, tiba-tiba sanga raja bertanya kepada Abu Nawas,
    "Wahai Abu Nawas, maukah engkau telanjang bulat di atas atap malam ini?"
    "Tergantung imbalannya saja, Paduka," jawab Abu Nawas.
    "Baiklah, engkau akan aku beri 500 dirham bila mau melaksanakannya," jelas raja.

    Dengan imbalan sebesar itu, Abu Nawas segera saja mencopoti bajunya satu persatu mulai dari pakaian atas hingga pakaian bawah. Setelah seluruh bagian bajunya dilepas, selanjutnya Abu Nawas naik emnuju atas atap dan duduk-duduk di sana.
    Rasa dingin sangat menusuk kulit Abu Nawas semalaman, dan baru menjelang subuh Abu Nawas turun ke bawah.

    "Wahai Paduka, mana uang yang Paduka janjikan kepadaku?" tanya Abu Nawas.
    "Sabar dulu wahai Abu Nawas. Begini ya semalaman apa yang telah engkau lihat?" tanya raja.
    "Hamba tidak melihat apa-apa Tuanku. Hanya seberkas cahaya yang nampak dari kejauhan saja," jawab Abu Nawas.
    "Kalau begitu, engkau tidak berhak mendapatkan imbalan karena engkau telah dihangati oleh cahaya itu," ujar raja.
    "Loh, bagaimana bisa begitu Paduka, hamba semalam hampir mati kedinginan kok," protes Abu Nawas.

    Abu Nawas Protes.
    Akan tetapi sang raja tidak mau mendengar protes dari Abu Nawas, bahkan sang raja menyuruh Abu Nawas untuk segera pulang ke rumahnya. Dengan perasaan yang masih kedinginan disertai rasa sedih, akhirnya Abu Nawas meninggalkan istana menuju rumahnya.

    Dalam perjalanan, Abu Nawas berkata dalam hati,
    "Bagaimana mungkin Baginda ini ingkar janji. Baiklah, aku harus mendapatkan hakku yang tadi."

    Setelah selang beberapa hari, Abu Nawas menghadap Raja Harun Ar-Rasyid.
    Abu Nawas mengundang rajanya untuk jamuan makan-makan di rumahnya. Raja Harun pun menerima undangan tersebut.
    Pagi-pagi sekali Abu Nawas sudah muncul di istana dengan tujuan menjemput rajanya bersama dengan rombongan kerajaan.

    Di tengah perjalanan, Abu Nawas minta izin kepada rajanya untuk mendahului mereka dengan alasan ada hal yang harus dikerjakan, terutama meyiapkan hal penyambutan meriah kepada rajanya,

    Tidak beberapa lama kemudian, Abu Nawas sudah berada di tempat pesta.
    "Ayo, cepatlah dirikan kemah," teriak Abu Nawas kepada murid-muridnya.
    Abu Nawas rupanya menyuruh murid-muridnya agar keadaan menjadi siap dalam penyambutan nanti. Ada pula yang menyalakan api di bawah poho besar. Kemudian ada periuk-periuk yang telah diisi dengan daging dan digantungkan di dahan-dahan pohon itu.

    Raja Harun Ar-Rasyid dan rombongan datang.
    Setelah sejenak mengobrol, Abu Nawas mulai bercerita macam-macam agar rajanya emnjadi senang. Karena keasyikan mengobrol itu, Raja Harun terlihat memegangi perut pertanda rasa lapar sudah menjaar di tubuhnya.

    "Wahai Abu Nawas, mana makanannya?" tanya Raja.
    "Sabar Baginda, apinya lamban sekali panasnya, padahal sejak dari tadi pagi dinyalakan," jawab Abu Nawas.
    "Api jenis apa itu kok lamban sekali panasnya. Coba antar aku ke dapur," ujar Raja.

    Setelah tiba di dapur, sang Raja merasa sangat heran karena ada api namun tidak ada makanan yang sedang di masak.
    "mana makanannya?" tanya Raja.
    "Itu baginda, ada di atas dahan pohon," jawab Abu Nawas sambil menunjuk pohon.
    "Pantas saja, bagaimana mungkin bisa matang kalau yang dimasak di atas sana sedangkan apinya ada dibawah, terlalu jauh jaraknya," ujar Raja keheranan.
    "Sama saja Baginda dengan kasusku beberapa hari yang lalu, bagaimana tubuhku ini dihangatkan oleh cahaya yang berada di kejauhan," Ucap Abu nawas menjelaskan.

    Sang Raja Harun Ar-Rasyid langsung saj tertawa mendengar perkataan Abu Nawas tersebut. Ia kemudian memerintahkan salah seorang pengawalnya untuk memberikan hadiah berlipat 2 kali dari yang pernah ia janjikan kepada Abu Nawas.
    Selamat ya Abu Nawas, 1000 dirham lalu buat apa tuh. 


    Sumber :http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2012/01/membalas-tipuan-raja.html

    Cara membagi Hukum

    Kisah Abu Nawas hadir kembali.
    Ada-ada saja siasat abu nawas ini untuk lolos dari segala tipu daya lawan serta ujian raja.
    Sang raja meminta untuk menghadirkan ibu Abu Nawas di hadapannya meski raja tahu bahwa kalau ibunya abu nawas ini telah meninggal.

    Kisahnya.
    Pada suatu pagi yang cerah, Abu Nawas datang ke istana karena dipanggil untuk menemani sang raja yang sudah lama kangen akan cerita lucu abu nawas. Mereka berbincang-bincang dengan riang gembira.

    Setelah sekian lama berbincang, raja tiba-tiba saja ingin menguji kepandaian abu nawas.
    "Wahai Abu Nawas, besok bawalah ibumu ke istanaku, nanti engkau akan aku beri hadiah seratus dinar," kata raja harun Ar-Rasyid.

    Abu Nawas kaget sekali mendengar titah rajanya.
    Bagaimana tidak, raja sudah tahu kalau ibunya telah lama meninggal dunia, bahkan raja ikut melayat ke rumah abu nawas.
    Namun, karena iming-iming hadiah yang sangat menggiurkan itu, abu nawas bukannya mengelak malah dia menyetujui permintaan raja tersebut.

    Sesampainya di rumah, abu nawas sangat sibuk sekali untuk mencari seorang wanita tua yang kemudian nantinya akan dijadikan ibunya dan dibawa ke istana. Setelah lama mencari, akhirnya orang yang diinginkan akhirnya ketemu juga.
    Dengan panjang lebar abu nawas menjelaskan maksudnya kepada perempuan itu.

    Ia pun berjanji akan membagi hadiah yang akan diterimanya dengan adil, separuh-separuh. Tanpa pertimabangan lagi, perempuan itu menyetujui permohonan abu nawas.

    Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali abu nawas sudah sampai di istana sambil menggendong seorang perempuan tua.
    "Wahai Abu Nawas, diakah ibumu?" tanya sang raja.
    "benar Tuanku, inilah ibuku. beliau sudah tua dan kakinya lemah sehingga hamba harus menggendongnya ke istana," tutur abu nawas.

    "Benarkah engkau ibunya Abu Nawas? Awas ya kalau bohong, maka akan aku hukum dirimu," tanya raja kepada perempuan tua itu.

    Mendapat Hadiah.
    Begitu mendengar ucapan rajanya, perempuan itu ketakutan sekali, sehingga ia membuat pengakuan yang sebenarnya, bahwa semua itu adalah sandiwara abu nawas untuk mendapatkan hadiah dari raja.

    Raja Harun tertawa cekikian dan akan menghukum abu nawa 100 kali pukulan sebagai hukumannya.
    "Karena engkau berjanji kepadaku akan membawa ibumu ke sini, aku pun berjanji akan memberimu hadiah seratus dinar, akan tetapi engkau tidak bisa memenuhi janjimu. Dari itu, engkau harus dihukum dengan100 kali pukulan," kata raja.

    Dalamkondisi terdesak itu, abu nawas dengan susah payah memeras otak agar terhindar dari hukuman. Sejenak kemudian, ia sudah menemukan cara ampuh untuk lepas dari hukuman itu.
    "Wahai Tuanku, hamba berjanji dengan perempuan tua itu akan membagi hadiah yang akan paduka berikan dengan sama rata. Karena sekarang hamba dihukum 100 kali pukulan, biarlah yang 50 pukulan saya terima, sedangkan yang 50 pukulan lagi tolong diberikan kepada perempuan tua itu," kilah abu nawas.

    Dalam hati raja berguman,
    "Jangankan dipukul 50 kali, dipukul satu kali saja perempuan tua ini tidak akan mampu berdiri."

    Akhirnya raja mengambil keputusan bahwa uang yang 50 dinar diberikan kepada perempuan tua itu. Dalam keadaan tersebut, abu nawas menyela rajanya.
    "Ampun beribu ampun Paduka, jika ibuku telah mendapat hadiah dari Paduka, tidak adil kiranya kalau anaknya ini dilupakan begitu saja," protes Abu Nawas.

    "Hmmm...baiklah, terimalah pula bagianmu ini," kata raja sambil memberikan uang 50 dinar kepada Abu Nawas. 

    Sumber :http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.com/2012/02/cara-membagi-hukuman.html