Selasa, 24 September 2013

Kapan Aku Mahir Bahasa Arab?

Umumnya orang yang belajar bahasa arab memiliki semangat yang gigih dan melakukan proses belajar yang terus menerus.

Bahasa apapun, termasuk bahasa arab, ibarat puzzle raksasa yang tak akan utuh dan sempurna tersusun dalam satu waktu pada satuan detik, hari, minggu, atau bulan. Lebih tepatnya kita berbicara satuan tahun karena ketika ini ditanyakan kepada mereka yang sudah bisa berbahasa arab, mereka tidak akan mampu menjawab pada detik, hari, pekan, bulan ke berapa mereka telah menguasai bahasa ini.

Tapi tenang saja, periode dalam proses belajar tidak akan terasa jika memang proses ini dinikmati, dinikmati sebagai langkah ibadah dan menuju pribadi yang lebih. Bersabar dalam waktu-waktu belajar dan menempa diri dengan ilmu adalah salah satu kenikmatan.

Tidak setiap orang diberi kesabaran dalam merentas waktu. Buktinya akan didapati bahwa rekan-rekan yang dahulunya bersama dalam belajar kini hanya 2 atau 3 orang yang setia duduk di hadapan ustadznya. Sebagiannya gugur di tengah jalan.

Intinya, semangat untuk cepat menguasai bahasa arab secara utuh adalah wajar dan bagus sekali namun mesti mengingatkan diri pribadi bahwa semuanya butuh waktu.

>>Lantas bagaimana kalau cara ustadznya mengajar tidak menarik??

Segala puji bagi Allah yang telah menggariskan salah satu prinsip ahlussunnah wal jama’ah yaitu berkepentingan terhadap ilmu baik pencapaian, penyebaran dan pengamalannya.

Orang yang menuntut ilmu adalah orang yang “rakus” terhadap ilmu dan mereka begitu gigih. Tidak hanya teori namun ini memang realita jika obyek yang anda perhatikan adalah mereka yang bermanhaj salaf.

Dari ini, dominasi rasa ‘rakus’ terhadap ilmu diharapkan bisa mengalahkan cara mengajar ustadz yang (dianggap) tidak menarik. Ingat, ini hanyalah ketidaktepatan “cara” mengajar bukan cacat dalam esensi ilmu itu sendiri yang beliau sampaikan.

Para ulama menasehati agar sabar terhadap proses belajat termasuk sabar tentang kekurangan cara yang dianggap tidak menarik.

Memang benar dan tidak dipungkiri bahwa ustadz yang satu memiliki kelebihan dalam cara mengajar namun tidak begitu dengan ustadz yang lain.

Sebagian thullab non ma’had, dengan alasan ini, meninggalkan majelis ilmu, termasuk pembelajaran bahasa arab, padahal sang ustadz berkompeten.

Ini disayangkan karena sama saja dengan menghalangi diri dengan ilmu. Ingatlah bahwa para ulama menegaskan bahwa:

“sesuatu yang tidak bisa diraih seutuhnya maka tidak ditinggalkan seluruhnya.”

Cara mengajar sang ustadz yang dianggap tidak menarik tidak bisa dijadikan alasan untuk meninggalkan ilmu seutuhnya, termasuk bahasa arab. Karena ini akan merugikan diri pribadi.

Terakhir, ulama juga menegaskan bahwa Allah mengharamkan “tangan hampa” bagi orang yang benar-benar mencari ilmu, dengan makna lain bahwa pasti akan ada faidah yang bisa dipetik dari setiap majelis selama hati benar-benar jujur meniatkan ilmu walau dengan ketidaksempurnaan cara mengajar sang ustadz.

Wallahu a’lam

0 komentar:

Posting Komentar