Syaikh Ibnu Ustaimin rahimahullah berkisah: “Betapa eloknya cerita tentang seorang, sebagian orang telah bercerita kepadaku tentangnya, “Ada seseorang yang berada di masjidil haram telah lama ia ingin mendirikan shalat, ketika iqamah dikumandangkan iapun berkata,
اللهم إني نويت أن أصلي الظهر أربع ركعات لله تعالى ، خلف إمام المسجد الحرام
“Ya Allah, aku berniat akan menunaikan shalat dzuhur empat rakaat karena Mu dibelakang imam Masjidil Haram.”
Namun tatkala ia hendak mengangkat kedua tangannya untuk takbiratul ihram,ada orang yang berkata kepada si pengucap niat,
“Tunggu dulu masih ada yang tersisa!”
Pengucap niat menjawab,”Apa yang tersisa?”
Dia berkata, “Katakanlah (dalam ucapan niatmu) pada hari ini, pada tanggal ini, pada bulan ini, pada tahun ini sampai engkau tidak abaikan satupun ini dan itu”. Maka si pengucap niat terheran-heran. Pada hakekatnya pelajaran penting dari kisah ini adalah rasa heran si pengucap niat.
Penegur berkata, “Bukankah engkau tahu Allah Maha Mengetahui apa yang engkau maksudkan dalam hatimu?”
Pengucap niat menjawab, “Tentu Allah tahu apa yang terlintas dalam jiwamu”
“Tidakkah engkau tahu bahwa Allah maha mengetahui jumlah bilangan rakaat dan waktu-waktunya?” Si pengucap niat pun terdiam. Karena dia meyadari tentang hal ini bahwa niat itu tempatnya di hati.”(Majmu’ Fatwa Wa Rasail Ibni Utsaimin 12/366, Maktabah Asy Syamilah).
Diantara Kaidah yang Disepakati Ulama
Niat terletak di dalam hati dan bukan di lisan berlaku untuk semua ibadah tak terkecuali shalat. Jika seseorang mengucapkan niat di lisan namun berbeda dengan niat yang ada dalam hatinya karena lupa maka niat yang dianggap adalah niat yang ada dalam hatinya. Sebaliknya jika seseorang mengucapkan niat di lisan akan tetapi tidak berniat dalam hatinya maka belum mencukupi, sehingga tidak sah shalatnya. Jika seseorang meniatkan shalatnya persis sebelum takbiratul ikhram maka hal ini sudah mencukupi bahkan inilah waktu utama untuk berniat tatkala shalat. Namun jika berniat setelah takbiratul ikhram maka niatnya tidak dianggap dan shalatnya tidak sah.(Shahih Fiqh Sunnah I/306,307).
Washalallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa’ala alihi washahbihi wasallam.
via http://muslimah.or.id
Senin, 15 April 2013
Kisah Indah Penuh Hikmah
00.37
No comments
0 komentar:
Posting Komentar